Морган Райс - Perjuangan Para Pahlawan стр 9.

Шрифт
Фон

MacGil merasa kesal ketika memikirkan semua itu. Klan McCloud seharusnya bahagia; mereka aman di dalam Cincin, terlindung oleh Ngarai, mereka menduduki tanah terpilih dan tak ada sesuatu pun yang perlu ditakutkan. Mengapa mereka tak bisa puas dengan wilayah mereka sendiri? Hanya karena MacGil telah memperkuat angkatan perangnya, maka untuk pertama kali dalam sejarah Klan McCloud tak berani menyerang. Namun MacGil adalah raja yang bijaksana dan ia mencium suatu gelagat, ia tahu perdamaian ini bisa jadi tak bertahan lama. Oleh karena itu, ia mengatur pernikahan antara putri sulungnya dengan pangeran sulung dari Klan McCloud. Dan hari inilah saatnya.

Ketika melihat ke bawah, ia melihat ada banyak orang di sana mengenakan tunik berwarna terang, mengisi tiap sudut kerajaan di kedua sisi pegunungan. Hampir seisi Cincin memenuhi bentengnya. Para anak buahnya telah menyiapkan semua selama berbulan-bulan dan mereka diperintahkan untuk membuat semuanya tampak layak dan kuat. Ini bukan hanya sebuah hari pernikahan; ini adalah sebuah cara untuk mengirimkan pesan pada klan McCloud.

Raja MacGil memeriksa ratusan tentara yang berjaga di titik-titik strategis dalam benteng, di jalanan, di sepanjang dinding, ada banyak prajurit daripada yang ia butuhkan – dan ia merasa puas. Ini adalah pertunjukan kekuatan yang ia inginkan. Namun ia juga merasa berada di ujung tanduk; lingkungan sekitar telah dikendalikan, bersiap untuk sebuah perkelahian. Ia berharap tak ada para pemberang yang mabuk dan mengacau dari kedua belah pihak.

Ia menelusuri arena duel, lapangan bermain dan hari yang telah dinanti telah tiba bersama aneka permainan, duel dan semua jenis keriangan. Mereka akan sangat sibuk. Klan McCloud akan datang bersama dengan sekelompok kecil tentara. Setiap duel, gulat, dan lomba bisa memancing sesuatu. Satu kesalahan kecil bisa mengakibatkan pertempuran.

“Baginda?”

Ia merasa sebuah tangan yang lembut menyentuhnya dan ia membalikkan tubuh untuk memandang sang Ratu, Krea, yang masih menjadi perempuan tercantik yang pernah ia kenal. Pernikahan mereka yang bahagia berlangsung seiring dengan masa pemerintahannya. Ratu Krea telah memberi Sang Raja lima orang anak, tiga di antara mereka laki-laki, dan tidak sekalipun mengeluh. Bahkan ia telah menjadi konsultan Raja yang terpercaya. Tahun demi tahun berlalu, dan Sang Raja lambat laun mengetahui bahwa Ratunya lebih bijaksana dari semua orang kepercayaannya, bahkan lebih bijaksana daripada dirinya sendiri.

“Hari ini adalah hari yang politis,” katanya. “ Namun hari ini adalah hari pernikahan putri kita juga. Cobalah untuk menikmatinya. Hari ini tak kan terjadi untuk yang kedua kalinya.”

“Aku khawatir ketika aku tak memiliki apa-apa,” jawab Baginda. “Kini kita mempunyai semuanya, dan semua itu membuatku khawatir. Kita memang aman. Tapi aku tidak merasa aman.”

Sang Ratu memandangnya dengan mata iba, lebar dan berwarna kecoklatan, yang seakan menggenggam kebijaksanaan dunia. Kelopak matanya menunduk seperti biasanya, tampak seperti sedang mengantuk, dan terbingkai dalam rambut lurus kelabu kecoklatannya yang indah dan jatuh di kedua sisi wajahnya. Ada sedikit garis dalam wajahnya, namun ia tak berubah sedikitpun.

“Itu karena kau tidak merasa aman,” kata Sang Ratu. “Tak seorang raja pun yang dapat merasa aman. Ada banyak mata-mata kita di lapangan daripada yang kau tahu. Dan demikianlah seharusnya.”

Ia mendekat dan mencium Sang Raja, lalu tersenyum.

“Cobalah untuk menikmatinya,” ujarnya. “Lagipula ini sebuah pernikahan.”

Sesudah itu ia membalikkan tubuhnya dan berjalan menjauhi tempat itu.

Sang Raja memandangi ratunya yang pergi, lalu kembali memperhatikan halaman istana. Ia benar, ia selalu benar. Ia memang ingin menikmatinya. Ia mencintai putri sulungnya, dan saat ini adalah hari pernikahannya. Hari ini adalah hari terindah di sebuah tahun yang indah, hari puncak musim semi dengan senja musim panas. Dua matahari yang sempurna di langit dan angin sepoi-sepoi yang bergerak perlahan. Semuanya sedang bersemi dengan sepenuhnya, pepohonan di mana-mana tertutup lapisan berwarna merah jambu, ungu, jingga dan putih. Tak ada yang ingin ia lakukan selain turun dan duduk bersama anak buahnya, melihat putrinya menikah dan menenggak bir hingga ia tak sanggup lagi meminumnya.

Tapi ia tidak bisa. Masih ada banyak kewajiban yang harus ia lakukan sebelum ia dapat beranjak meninggalkan kastilnya. Pernikahan sang putri tidak bisa membuat raja bersantai: ia harus menemui dewan kerajaan; menghabiskan waktu bersama anak-anaknya yang lain; serta menemui beberapa orang yang berhak bertemu dengan Raja mereka pada hari ini. Ia akan sangat beruntung jika ia bisa meninggalkan kastil pada saat dimulainya upacara matahari terbenam.

*

Raja MacGil memakai busana terbaiknya, celana beludru, ikat pinggang emas, jubah kerajaan terbuat dari kain sutra terbaik berwarna ungu dan emas, sebuah mantel putih, sepasang sepatu bot kulit mengkilap hingga ke betisnya dan mengenakan mahkotanya - sebuah lingkaran emas berornamen dengan sebuah batu rubi besar di tengahnya – melangkah turun ke bagian tengah ruangan, diapit oleh para pengawal. Ia berjalan menyusuri ruangan demi ruangan, melangkahi jembatan, mengambil jalan pintas menuju balairung istana, melalui sebuah ruangan dengan langit-langit yang tinggi melengkung dan dihiasi deretan kaca. Akhirnya ia sampai di sebuah pintu dari kayu ek tua setebal batang pohonnya dan para pengawal membukanya agar ia bisa melangkahkan kaki ke dalam. Ruang Singgasana.

Para penasehatnya berdiri ketika Raja MacGil memasuki ruangan, pintu ditutup dengan bunyi berdebam di belakangnya.

“Duduklah,” ujarnya, terdengar lebih keras daripada biasanya. Hanya di hari ini ia merasa lelah menghadapi formalitas kerajaan yang abadi, dan ia ingin mengakhirinya.

Ia segera melangkah menyeberangi Ruang Singgasana yang tak pernah berhenti membuatnya terkesan. Langit-langitnya membubung tinggi hingga lima puluh kaki dengan salah satu dinding yang terbuat dari kaca, lantai dan dindingnya terbuat dari batu yang tebal. Ruangan itu bisa menampung ratusan pejabat istana. Namun pada hari seperti saat ini, pada hari ketika ia dan dewan istana bersidang, hanya ada dirinya dan sejumlah penasehat yang duduk setengah melingkar. Ruangan itu dilengkapi dengan sebuah meja lebar yang berbentuk setengah lingkaran, dimana para penasehat duduk di belakangnya.

Ia melangkah ke muka, langsung ke bagian tengah di mana singgasananya berada. Ia melangkah di atas anak tangga batu, melewati ukiran singa emas dan duduk di singgasana yang dihiasi bantalan beludru bergaris merah yang semuanya ditempa dengan emas. Ayahnya dulu duduk di singgasana ini, juga ayah dari ayahnya, dan semua MacGil sebelum dirinya. Raja MacGil merasakan beban semua pendahulunya – semua generasi – ketika ia duduk di singgasana itu.

Ia mengamati para hadirin. Ada Brom, jendral terbaiknya dan sekaligus penasehat raja dalam hal militer; Kolk, jendral Legiun anak muda; Abertol, yang tertua dari semuanya, seorang cendekiawan dan ahli sejarah, penasehat untuk para raja dari tiga generasi; Firth, penasehat Raja dalam hal urusan internal istana, seorang bertubuh kurus dengan rambut kelabu dan mata cekung yang tak pernah berhenti bergerak. Firth bukanlah orang kepercayaan MacGil, dan Sang Raja pun tak pernah mengerti jabatannya. Namun ayah dan kakeknya mempekerjakan seorang penasehat untuk urusan istana, jadi ia mempertahankan posisi itu untuk menghargai para pendahulunya. Ada juga Owen, bendahara Raja; Bradaigh, penasehat untuk urusan luar kerajaan; Earnan, pengumpul pajak; Duwayne, penghubungnya dengan rakyat; dan Kelvin, wakil dari para bangsawan.

Ваша оценка очень важна

0
Шрифт
Фон

Помогите Вашим друзьям узнать о библиотеке

Скачать книгу

Если нет возможности читать онлайн, скачайте книгу файлом для электронной книжки и читайте офлайн.

fb2.zip txt txt.zip rtf.zip a4.pdf a6.pdf mobi.prc epub ios.epub fb3

Популярные книги автора